CATAT NIH…! Bersama 7 Ketua Fraksi Lain, Ibas Juga Puji Denny Indrayana

BANDUNG- Sikap ini mestinya jadi perhatian MK. Mayoritas rakyat Indonesia tidak mau demokrasi berjalan mundur. Hal itu juga disuarakan delapan fraksi partai politik di DPR RI. PDIP ditinggalkan sendirian.

Pada Selasa malam (30/5/2023), pimpinan dari delapan fraksi di DPR bertemu. Semuanya merapatkan barisan. Dan satu suara. Yakni menolak jika MK mengubah sistem Pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.

Jika benar seperti informasi yang berhembus, rakyat dipaksa untuk hanya mencoblos tanda gambar. Tidak ada lagi daftar caleg di surat suara. Juga tidak bisa memilih sesuai kehendak hati. Persis seperti Pemilu era Orde Baru yang hanya diikuti tiga partai, yaitu Golkar, PDIP, dan PPP.

“Demokrat satu suara dengan tujuh fraksi lain, kita memilih dan mendukung tetap proporsional terbuka. Kalau tertutup demokrasi mundur. Dan rakyat tidak memilih wakil-wakilnya sesuai kehendak hati,” jelas Ketua Fraksi Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas)..

Jika proporsional tertutup, sama saja seperti ibarat membeli kucing dalam karung. Orang tidak tahu kucing yang dibelinya warna apa, dari ras mana, seberapa besar, dan kondisi kesehatannya bagaimana. Bisa saja si kucing kurus kering dan kudisan.

“Itulah kenapa Demokrat menolak sistem proporsional tertutup. Kita tidak ingin rakyat seperti membeli kucing dalam karung,” tegas Ibas. Di acara itu, Ibas ditemani anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan.

Di acara tersebut, politikus senior Partai Golkar Kahar Muzakit menjadi pembuka acara. Dia menyebut Golkar kali ini berbeda sikap dengan PDIP. Walau sama-sama di koalisi pemerintahan Presiden Jokowi, Golkar bergabung dengan fraksi yang menolak proporsional tertutup.

“Di DPR ini itu sudah biasa. Dalam hal-hal tertentu satu suara, di masalah lain berbeda,” tegas Kahar Muzakir.

Demokrat bersama PKS yang juga oposisi sejak awal menolak kemungkinan perubahan ke tertutup. Nasdem yang juga tergabung di Koalisi Perubahan, juga satu suara.

Begitu pun dengan partai yang jelas-jelas di kabinet Jokowi. Selain Golkar adalah Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.

“Logikanya aneh jika MK memutuskan tertutup. Sebab, begitu berkali-kali muncul gugatan 20 persen threshold Pilpres, MK menyerahkan sepenuhnya kepada DPR dan Pemerintah sebagai pembuat undang-undang,” jelas Yandri Susanto dari PAN yang juga wakil ketua MPR.

Tapi, begitu soal proporsional terbuka atau tertutup, seperti dirumorkan, MK akan memutuskan jadi tertutup. Kalau konsisten, mestinya gugatan ditolak MK dan diserahkan kepada pembuat undang-undang. “Mau tervu6atau tertutup itu domain pembuat undang-undang,” tandas Yandri.

Di kesempatan itu, Ibas mengapresiasi Prof Dr Denny Indrayana yang memunculkan informasi adanya kemungkinan MK memutuskan proporsional tertutup. Demokrat menilai yang dilakukan mantan Wamenkumham itu sangat positif biar semua tidak terkena.

“Yang dilakukan Prof Denny Indrayana mengingatkan kita untuk tidak tidur terkena. Kita harus waspada dan terus memantau yang dilakukan MK,” tegas Ibas yang juga menjabat wakil ketua umum Partai Demokrat ini.

Kahar Muzakir dari Golkar juga mengingatkan, para bakal Caleg sudah terdaftar di KPU dan KPUD. Dari 18 partai politik, tercatat sekitar 300.000 orang yang mendaftar baik untuk DPRD (Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun DPR RI.

“Untuk mengurus persyaratan seperti SKCK, surat pengadilan, keterangan sehat, foto dan dokumen-dokumen setidaknya habis 5 jutaan. Coba berapa kerugiannya jika dikalikan 300 ribu orang. Bagaimana jika mereka datang ke MK,” jelasnya.

Total sekitar Rp 1,5 triliun dana telah dikeluarkan untuk mengurus administrasi pencalonan. Oleh seluruh bakal Caleg di semua tingkatan. Itu jumlah minimal Karena setiap daerah bisa berbeda karena faktor jarak dan biaya transportasi. (R-03)

Leave a Reply