Di Forum Ini, AHY Ingatkan Teori Realisme Ofensif. Apa Bahayanya?

BANDUNG– The Yudhoyono Institute (TYI) merespons perang dagang yang dilecut Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan menggelar diskusi panel. Para pakar, pengambil kebijakan, dan ekonom hadir di acara tersebut, Minggu (13/4/2025).

Direktur Eksekutif THI Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Trump bukan sekadar strategi ekonomi. Tapi lebih dalam dari itu.

“Ini adalah simbol kembalinya pendekatan realisme ofensif melalui pendekatan ekonomi dan hubungan internasional,” kata AHY.

Diskusi bertema Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global itu dihadiri para tokoh nasional. Termasuk Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sejumlah menteri, duta besar, dan pengusaha papan atas juga hadir. Termasuk Chairman Trans Corp Chairul Tanjung. Lalu, para akademisi dari berbagai kampus, termasuk siswa Sesko TNI.

Realisme ofensif, kata AHY merupakan teori hubungan internasional yang menyatakan negara-negara cenderung bersaing dan berperilaku agresif. Kebijakan tarif resiprokal 32 persen terhadap produk-produk Indonesia, kata AHY, berdampak pada kondisi pasar keuangan maupun sektor ril.

“Dampaknya risiko resesi global tahun ini bisa meningkat panjang. Unfortunately, ini adalah fakta baru dunia,” tegas ketua umum Partai Demokrat ini.

AHY selaku Menko Infrastruktur mengatakan kebijakan tarif tinggi Trump akan membawa dunia menuju dua arah yang ekstrem. Pertama, terjadinya perlawanan kolektif. Negara-negara akan menjauhi dominasi Amerika Serikat dan membangun ekonomi baru.

Kedua, jika kebijakan Trump efektif, dunia justru semakin tunduk pada satu kekuatan yang semakin hegemonik, yaitu Amerika Serikat.

“Apapun hasilnya, satu hal yang pasti, kita menghadapi risiko fragmentasi. Bukan hanya secara ekonomi, tapi juga secara politik dan keamanan,” kata AHY.

Terbentuknya aliansi baru, menurut AHY, akan membuat polarisasi semakin tajam. Konflik yang terjadi lama juga berpotensi membesar dan negara-negara besar saling berpengaruh.

“Asia Pasifik, termasuk kita, akan menjadi panggung utama dinamika ini,” katanya.

Oleh karena itu, Indonesia harus bekerja keras mempertahankan kedaulatannya. Pertama, Indonesia harus memperkuat struktur ekonomi domestik. Ketika ekspor Indonesia menghadapi tekanan serius, maka harus bekerja keras mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Caranya, menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga.

Di samping itu, kita harus mendatangkan investasi untuk melanjutkan pembangunan dan membuka lapangan pekerjaan.

Strategi lainnya, Indonesia perlu mengubah krisis menjadi peluang. Menurut AHY, kebijakan tarif tinggi Trump bisa dimanfaatkan menjadi momentum untuk mendorong transformasi ekonomi Indonesia, mempercepat generalisasi, dan digitalisasi.

Indonesia juga perlu menunjukkan ekonomi hijau, termasuk transisi menuju energi terbarukan. Kemudian, mengarah pada diversifikasi pasar dan mitra strategis.

“Kita harus aktif mengembangkan perdagangan di sejumlah kawasan potensial, seperti Eropa, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latina, dan negara-negara lainnya,” tutur AHY. (R-03)

Leave a Reply